Untuk membahas landasan hukum perbankan syariah tidak lepas dari sejarah perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perbankan syariah perkembangan di Indonesia melalui beberapa tahap periode yaitu:
Periode sebelum tahun 1992
Sebelum tahun 1992 di Indonesia telah diberdiri bank syariah dalam bentuk BPR-Syariah, yaitu BPRS Mardhatillah, BPRS Berkah Amal Sejahtera, Al Mukaromah dimana sebagai pendiri adalah alumi ITB atau masjid Salman (masjid dalam lingkungan kampus ITB Bandung). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai dengan perundang-undang perbankan yang berlaku saat itu (bank konvensional), dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah disamping masyarakat yang belum memungkinkan untuk diajak untuk bertransaksi syariah, sehingga BPR-Syariah tersebut mati secara pelan-pelan.
Periode tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
Dalam periode ini lahir puluhan BPR Syariah dan satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini Bank Syariah didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 ini tidak dibahas secara jelas atau secara langsung tentang bank syariah, hanya dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 hruf c mengatur tentang usaha bank syariah yaitu:
Usaha Bank Umum : ”Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah” (pasal 6 hutuf m)
Usaha Bank Perkreditan Rakyat : ” menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah” (pasal 13 huruf c)
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan tersebut pemerintah mengeluarkan dua ketentuan perbankan syarian yaitu
1. Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Umum Syariah.
2. Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan rakyat Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat dalam periode ini. Pada periode ini tidak ada ketentuan lain kecuali ketentuan tersebut diatas, seperti Peraturan Bank Indonesia, ketentuan tentang akuntansi dan sebagainya. Pada periode ini masing- masing Dewan Pengawas Syariah mengeluarkan fatwa masing- masing sehingga ketentuan syariah BPR Syariah yang satu berbeda dengan lain dan berbeda pula dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DPS Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini Bank syariah dalam menjalankan kegiatan usaha dibidang syariah sesuai kemampuan masing-masing, berdasarkan Fatwa masing-masing Dewan Pengawas Syariah Bank yang bersangkutan.
3. Periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2008. Dari pengalaman dan kajian yang dilakukan ternyata bank syariah memiliki karakteristik yang berdeda dengan bank konvensional, maka Undang-undang nomor 7 tentang perbankan disempurnakan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut telah dibahas ketentuan-ketentuan bank syariah misalnya:
- dalam pasal 1 angka 13 disebutkan ” prinsip syariah adalah aturanperjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan marang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
- pasal 6 huruf m ” menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” Dalam penjelasan pasal ini disebutkan ”pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
- Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah
- pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah (3). persyaratan bai pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsi syariah
- masih banyak pasal pasal lain yang mengatur tentang perbankan syariah
Oleh karena dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 telah dibahas bank syariah, pemerintah mencabut dua peraturan pemerintah tersebut diatas dengan peraturan pemerintah nomor 30 tahun 1998. Sebagai peraturan pelaksanaannya Bank Indonesia mulai tahun 1999 banyak mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Ketentuan- ketentuan ini yang merupakan landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bank Umum Syariah seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan beberapa cabang syariah dari bank konvensional, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah Bank Jabar Syariah dsb.
4. Periode setelah tahun 2008
Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang nomo 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini secara lengkap sebagaimana tercantum dalam lampiran buku ini. Bank Syariah yang didirikan dan/atau menjalankan kegiatan usahanya mulai tahun 2008, sudah tentu berdasarkan Undang- Undang nomor 21 dan seluruh peraturan pelaksanaannya. Ketentuan-ketentuan yang diatur berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang tidak bertentang dengan ketentuan Undang- undang nomor 21 tahun 2008. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 69 undang-undang tersebut yaitu:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Sumber: Produk Perbankan Syariah, Penulis Wiroso, SE, MBA, Penerbit LPFE Usakti, 2009
Landasan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
4/
5
Oleh
Walter O'brien